Kamis, 05 April 2012

emulsi 1

Pertimbangan Formulasi Spesifik. Konsistensi. Bila emulsi dan peng-emulsi yang diinginkar telah dipilih, maka konsistensi yang memberikan kestabilan yang dikehendaki, namun mempunyai karakteristik aliran yang sesuai, harus dicapai. Telah disebutkan pula bahwa viskositas suatu emulsi dapat diubah dengan memanipulasi komposisi fase lemak, dengan mengubah-ubah pcrbandingan fase dan surfaktan, juga dengan penambahan gom. Sudah terkenal bahwa ceaming emulsi cair tergantung pada karakter rheologisnya, juga pada karakteristik permukaan lapisan antarmuka. Penggunaan gom, tanah liat, polimer sintetis dalam fase emulsi kontinu merupakan suatu bahan yang kuat dalam menambah kestabilan emulsi. Seperti yang ditunjukkan dalam Bab 16, laju sedimentasi atau laju creaming partikel-partikel bulat yang tersuspensi berbanding terbalik dengan viskositas, sesuai dengan hukum Stoke. Bila semua variabel dijaga konstan, kenaikan viskositas umumnya meminimumkan creaming, naik atau terjadi pengendapan.
Karena emulsi harus mengalir atau menyebar, dan karena viskositas yang lebih tinggi meningkatkan kestabilan, maka thiksotropi dalam suatu emulsi merupakan hal yang diinginknn.* Bila emulsi juga mengandung zat-zat padat yang tersuspensi, adanya yield value menjamin sekurang kurangnya kestabilan yang pantas.
Dari pengamatan rutin terlihat bahwa pembentukan viskositas suatu emulsi yang baru dibuat membutuhkan waktu. Oleh karena itu dianjurkan agar emulsi yang baru diformulasi didiamkan tidak terganggu selama 24 jam sampai 48 jam, sebelum emulsi tersebut diperiksa apakah sifat rheologisnya sesua dengan sifat-sifat yang dikehendaki atau diperlukan.
Viskositas emulsi dipengaruhi olch pcrubahan komposisi sehubungan dengan generalisasi berikut..34-37
1. Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan viskositas fase kontinu: (Penggunaan gom dan tanah liat untuk emulsi m/a sudah terkenal). Dalam hal emulsi a/m, penambahan sabun Iogam polivalen atau penggunaan lilin (malam) dengan titik leleh tinggi dan resin dalam fase minyak dapat meningkatkan viskositas. Viskositas emulsi tidak begitu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan viskositas fase dalam.
2. Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas
nyatanya.
3. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga faktor interaksi harus diper-
timbangkan olch pembuat formula: (1) Viskositas emulsi m/a dan a/m
dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran partikel fase terdispersi,
(2) kestabilan emulsi ditingkatkan dengan pengurangan ukuran partikel,
dan (3) flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase
dalam yang dapat menjadi efck penstabil, walaupun ia meningkatkan
viskositas.
4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya umur
sediaan terscbut.
Formulasi Jernih . Umumnya pertimbangan yang dapat dilcnpknnamHik emulsi yang tidak tembus cahaya (buram) berhubungan dengan pembuatan emulsi-emulsi jernih. Jumlah fase dalam di dalam sistem terlarut umumnya lebih rendah daripada dalam emulsi buram. Para ahli teknologi emulsi umumnya telah menemukan bahwa peningkatan konsentrasi surfaktan mengurangi "keburaman" semua jenis emulsi, dan jika dilanjutkan dapat menghasilkan solubilisasi.
Mikroemulsi kosmetik dan farmasetik biasanya tidak menggunakan larutan pembantu yang diperlukan untuk mikroemulsi yang lebih klask; dari minat teoritis. Sebagai ganti, sistem terlarut dalam perdagangan modern seringkali bcrdasarkan pada pengemulsi nonionik yang menghasilkan pembentukan larutan misel. Jika zat yang dilarutkan berupa obat, maka obat yang tersedia untuk diserap melalui kulit mungkin tidak sama dengan jumlah obat total dalam produk tersebut. Bagian obat itu yang masuk dalam bagian dalam misel mungkin tidak tersedia untuk diserap, kecuali jika misel menunjukkan kctidakstabilan. Tempat obat yang nyata ditulis dalam suatu koefisien distribusi misel yang didefinisikan sebagai:
Km = Sm
Sw
di mana Sm adalah kelarutan zat aktif dalam fase misel, dan Sw adalah kelarutan zat aktif dalam air.38 Nilai Km ditctapkan dengan penentuan kelarutan klasik. Harga untuk Sin, misalnya dalam hal deksametason, meningkat scjajar dengan meningkatnya konsentrasi suatu surfaktan nonionik, seperti polioksietilcn (20) stearil alkohol.39 Hasil yang dapat dibandingkan diperoleh dcngan kesetimbangan (atau diferensial) dialisis melalui membran yang tidak dapat ditembus misel surfaktan, tetapi dapat ditembus steroid bebas yang juga menghasilkan koefisien distribusi yang sedikit berbeda, K'm. Dalam hal diskusi di bawah ini, Km besar ( ≈ 400) dan hampir identik dcngan K'm.
Selama proses penglarutan, emulsi yang "jernih" ini seringkali menjadi buram paad temperatur tinggi (menurut tinjauan TIF). Penjernihan emulsi terjadi jika sediaan menjadi dingin, dan sistem terlarut (dalam keadaan tidak adanya kosolven) umumnya tetap jernih pada temperatur yang mendekati titik beku dari salah satu komponen utama. Dalam hal penglarutan m/a nonionik, kadang-kadang perlu pemasukan scjumlah kecil surfaktan dcngan KHL tinggi (misalnya alkil sulfat) untuk meningkatkan TIF jika TIF hampir sama dengan temperatur penyim-panan yang diharapkan.
Bila ingin "melarutkan" scjumlah kecill zat pemberi rasa dan pengharum dalam suatu sistem air, pembuat formula harus mengikuti beberapa aturan praktis yang penting: 1. Surfaktan dalam kisaran KHI. 15 sampai 18 adalah zat pensolubilisasi ideal untuk tujuan ini (lihat tabel 15-1 dan 17-4). 2. Kadang-kadang membantu pelarutan jika ditambahkan scjumlah kecil surfaktan dengan KHL dalam kisaran 8 sampai 12. 3. Biasanya surfaktan dan minyak dalam jumlah 3 sampai 5 kali lipat lebih banyak, diperlukan untuk mempengaruhi solubilisasi. 4. Minyak harus selalu dicampur dengan surfaktan sebelum ditambahkan pada fase air (yang dihangatkan). Hal ini terutama penting, untuk vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. 5.Pemasukan sualu pemberi rasa dan pengharum dalam sistem penglarut umumnya mengurangi pengaruh organoleptis yang kuat pada minyak tersebut, karena seperti diuraikan di atas, scbagian terperangkap menjadi misel. Untuk menambah intensitas rasa dan harum, kadang-kadang perlu digunakan kosolven scperti etanol.
Pemilihan Pengawet Antimikroba. Emulsi seringkali mengandung se-jumlah bahan seperti karbohidrai, protein, sterol, dan fosfatida, dan semua bahan yang menunjang pertumbuhan berbagai mikroorganisme. Dengan tidak adanya salah satu bahan-bahan alam yang telah disebutkan, adanya suatu campuran lemak dan air yang bersentuhan seringkali memungkinkan mikroorganisme menetap. Akibatnya pemasukan suatu pengawet merupakan hal yang diperlukan dalam proses formulasi. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih pengawet.
Diskusi dan kritik. Level surfaktan dalam preparat ini sangatlah rendah, seperti juga level alkohol. Tampak bahwa level sorbitol (14%) dalam produk ini membantu efikasi solubilisasi dari obat cuci mulut ini. Setilpiridinium klorida, yang terutama termasuk sebagai suatu zat antimikroba, juga membantu kekuatan melar. dari sistem tersebut. Produk ini menggambarkan guna alkohiol dalam adanya suatu zat penglarut untuk meningkatkan impak zat pemberi rasa. (Lihat dalan bagian sebelumnya tentang "Emulsi Jernih”)

Sifat dan Kestabilan Emulsi
Becher telah menunjukkan bahwa sifat fisika dari suatu emulsi dan kestabilannya tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah.13 Oleh karena itu, bagian ini berkenaan dengan sifat-sifat fisika yang Iebih pentirg dari emulsi, perubahan-pcrubahannya terhadap pengaruh luar, dan hubungannya dengan kestabilan emulsi.

Kestabilan Emulsi
Telah dikenal bahwa pada keadaan dasar termodinamik murni, emulsi secara fisik tidak stabil. Penguangan daerah antarmuka dengan penggumpalan mengurangi energi sistem, dan proses ini secara termodinamik disukai. Karena alasan ini, Garret mendefinisikan emulsi stabil sebagai emulsi yang akan menjaga sejumlah ukuran partikel yang sama dari fase terdispersi persatuan volume berat dari fase kontinu. Energi antarmuka total harus tidak bervariasi dengan waktu untuk memenuhi dcfinisi ini.48
Kestabilan termodinamik emulsi berbeda dari kestabilan sepcrti didefinisikan oleh pcmbuat formula atau pemakai berdasarkan pertimbangan subjektif secara mcnyeluruh. Kestabilan yang dapat diterima dalam bentuk sediaan farmasi tidak membutuhkan kestabilan tcrmodinamik. Jika suatu emulsi membentuk krim ke atas (naik ke atas) atau membentuk krim ke bawah (endapan), emulsi bisa tetap dapat diterima secara farmasetik selama emulsi tersebut dapat dibentuk kembali dengan pengocokan biasa. Petimbangan serupa dapat digunakan untuk emulsi kosmetik; tetapi dalam kosmetik pembentukan krim biasanya tidak dapat diterima, karena tiap pemisahan yang tidak sedap dipandang membuat produk tidak elegan sccara kosmetik. Oleh karena itu, penting untuk mcngingat bahwa standar kestabilan sebagian besar tergantung pada pengamat, karena pengamatan subjektif atau opini dengan sendirinya tidak mencukupi untuk menentukan tolok ukur seperti kestabilan yang dapat diterima. Kestabilan harus didefinisikan dalam arti yang diberikan kepadanya oleh Garrett, yaitu berdasarkan tujuan objektif murni. Shelf-life adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan evaluasi kestabilan subjektif.
Shelf-lif untuk produk bisa secara langsung dihubungkan dengan kestabilan "kinetik"nya. Kestabilan kinetik berarti bahwa sifat-sifat fisika kimia dari suatu emulsi tidak berubah secara berarti selama suatu periode waktu yang cukup lama. Di lain pihak, kestabilan "termodinamik" dari tipe yang diposulatkan secara umum untuk sistem terlarut atau mikroemulsi umumnya tergantung pada temperatur. Dengan demikian, setelah temperatur dari suatu produk terlarut diganggu, akhirnya akan kembali ke “normal” aslinya (dan dalam hal khusus ini jernih atau transparan) bila temperatur dikembalikan ke "normal." Termodinamika tidak dapat meramalkan bagaimana keadaan asli (jernih) dikembalikan secara cepat.
Gejala Ketidakstabilan . Segera setelah suatu emulsi dibuat, proses yang tergantung pada waktu dan temperatur terjadi untuk mempengaruhi pemisahannya. Selama penyimpanan, kctidakstabilan emulsi dibuktikan oleh pembentukan krim, agregasi bolak-balik (flokulasi), dan/atau agregasi yang tidak dapat balik (penggumpalan).
Pembentukan Krim. Dibawah pengaruh gravitasi, partikel-partikel atau tetesan-tetesan tersuspensi cenderung meningkat atau mengendap, tergantung pada perbedaan dalam gravitasi spesifik antara fase tersebut. Jika pembentukan krim berlangsung tanpa agregasi apa pun, emulsi dapat dibemuk kembali dengan pengocokan atau pengadukan. Persamaan Stokes (lihat Bab 16 “Laju Sedimentasi") paling berguna untuk memperoleh pengertian tentang pembentukan krim, walaupun Stokers membuat sejumlah asumsi yang tidak realistis. Persamaan didasarkan pada partikel-partikel bulat yang pada dasarnya mempunyai ukuran yang sama, dan dipisahkan oleh suatu jarak yang membuat gerakan dari satu partikel bebas dari gerakan partikel lainnya. Dalam kenyataan, pembentukan krim meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers, dan gerakan tersebut saling mengganggu satu sama lain dan bisa menyebabkan rusaknya tetesan. Jika. terjadi flokulasi, kriteria bulat hilang, dan koreksi kompleks untuk variasi-variasi ini harus dibuat sebelum hukum Stokes dapat digunakan secara kualiitalif kesifat emulsi.
Meski mcmiliki kekurangan, persamaan Stokes secara kualitatif dapat diterapkan untuk emulsi. Terbukti bnhwa laju pembentukan krim merupakan suatu fungsi kuadrat dari jari-jari tetesan. Jadi partikel-partikel yang lebih besar membenluk krim jauh lebih cepat dibandingkan dengan partikel-partikel yang lebih kecil. Tampak juga bahwa pembentukan agregat yang lebih besar dengan penggukmpalan dan/atau flokulasi akan mempercepat pembentukan krim. Kebalikannya juga benar, yakni makin kecil ukuran partikel suatu emulsi, makin kurang kecenderungannya un¬tuk membentuk krim. Persamaan Stokes meramalkan bahwa tidak ada pembentukan krim yang mungkin bila bobot jenis kedua fase sama. Penyesuaian bobot jenis dari fase terdispersi seringkali merupakan cara praktis untuk mencapai kestabilan emulsi yang baik. Akhirnya hukum Stokes menunjukkan bahwa laju pembentukan krim berbanding terbalik dengan viskositas; ini merupakan alasan bagi kenyataan terkenal bahwa viskositas yang meningkat dari fase luar berhubungan dengan shelf-life yang lebih baik .34


Flokulasi. Flokulasi emulsi dalam batasan energctik telah disebutkan dalam hal ini, dan pentingnya flokulasi terkontrol untuk susoensi dalam suatu medium cairan dibicarakan dalam Bab 5.
Flokulasi dari fase terdispersi bisa berlangsung sebclum, selama, dan setelah pembentukan krim. Hal ini paling baik diuraikan sebagai agregasi reversibel dar tetesan fase dalam, dalam bentuk kelompok tiga dimensi. Flokulas, dipengaruhi oleh muatan pada permukaan bulatan yang teremulasi. Jika tidak ada suatu pembatas pelindung (mekanik) pada antarmuka, misalnya jika ada pengemulsi dalam jumlah yang tidak mencukupi, tetesan-tetesan emulsi mengagregasi dan menggumpu! dengan cepat. Flokulasi dari tetesan emulsi dapat terjadi hanya bila pembatas listrik atau mekanik cukup untuk menccgah menggumpalnya tetesan. Dengan kata lain, flokulasi berbeda dari penggumpalan terutama oleh kenyataan bahwa lapisan antarmuka dan masing-masing tetesan berhubungan. Kebaiikan dari tipe agrcgasi tcrgantung pada kekuatan interaksi antara partikel-partikel, sepcrti ditentukan oleh keadaan kimia dari pengemulsi tersebut, rasio volume fase, dan konsentrasi dari zat-zat ynng terlarut, terutama elektrolit dan pengemulsi ionik. Misalnya emulsi 2% dalam air yang distabilkn dengan 0,09% Aerosol O.T. Suatu surfaktan yang bermuatan negatif, tetapi tidak: teragregasi (tidak menjadi besar) dalam bentuk tetesan, tunggal, agaknya akibat penolakan antara tetesan-tetesan minyak yang bcrmuatan negatif. Kenaikan kekuatan ionik dengan eletrolit atau kenaikan konsentrasi pengelmusi cenderung mendorong terjadinya flokulasi. Walaupun elektrolit umum digunakan un¬tuk demulsifikasi, level elektrolit sedang seringkali membantu dalam menstabilkan emulsi. Contoh yang khas adalah pengamatan oleh Vold dan Groot bahwa natrium klorida mengurangi pemisahan minyak dalam emulsi Nujol/air yang dipaparkan pada ultrasentrifugasi. 49
Suatu volume fase dalam yang tinggi, yakni fase tcrdispersi yang terikat kuat cendcrung mendorong terjadinya flokulasi. Tctapi gom arab dapat menghasilkan suatu emulsi m/a'terflokulasi dengan minyak jeruk dalam jumlah hanya 0,002%. Jadi barangkali aman untuk mengatakan bahwa sistem emulsi m/a dan a/m yang paling praktis ada dalam keadaan terflokulasi.
Flokulasi, viskositas emulsi, dan menipisnya shear mungkin berhubungan erat. Viskositas suatu emulsi sebagian besar tergantung pada flokulasi, yang menahan gerakan partikel-partikel dan dapat menghasilkan jaringan yang agak kaku. Pengocokan suatu emulsi memecah interaksi partikel-partikel dengan mengakibatkan turunnya viskositas, yakni menipisnya shear.
Penggumpalan. Penggumpalan adalah proses bertumbuh, di mana partikel-partikel tcremulsi bcrgabung membentuk parlikel yang lebih besar. H,il;ti bagi pcmbontukan tctcsan yang lebih besar dengan penggabungan dari tetesan-tetesan yang lebih kecil memperlihatkan bahwa emulsi tersebut pada akhirnya akan memisah secara sempurna. Faktor utama yang mencegah penggumpalan dalam emulsi dan tidak terflokulasi adalah kekuatan mekanis dari pembatas antarmuka. Ini terutama benar dalam sistem m/a yang mengandung surfaktan nonionik, dan dalarm sistem emulsi a/m di mana pengaruh elektris dapat diabaikan. Jadi dikenal secara luas bahwa shelf-life yang baik dan tidak adanya penggumpalan dapat dicapai dengan pembentukan lapisan antarmuka yang tebal dari makro molekul, atau dari partikel-partikel kecil zat padat yang memisah.50. Ini merupakan alasan mengapa berbagai gom alam dan protein sangat berguna sebagai pengelmusi pembantu bila digunakan pada konsentrasi rendah, bahkan dapat digunakan sebagai pengelmusi utama pada konsentrasi tinggi.

Taksiran Emulsi
Shelf – life
Dapat dierima tidaknya suatu emulsi pada akhirnya tergantung pada kestabilan, penampilan, dan guna produk yang dikemas terscbut. Masalah paling nyata yang dihadapi formulator adalah (1) Berapa lama shelf-life emulsi yang dapat diterima? dan (2) Apa saja indikator untuk meramal shelf-life? Formulator membutuhkan jawaban tegas untuk pertanyaan ini.
Sebagaimana halnya dengan sebagian besar bentuk sediaan obat, wadah yang digunakan untuk mengemas emulsi bisa diharapkan menjadi sumber ketidak tercampuran. Masalah yang mungkin meliputi interaksi bahan dengan wadah, dan hilangnya air serta bahan-bahan menguap melalui wadah atau tutupnya. Oleh karena itu betapapun sifat wadah, evaluasi akhir dari produk tersebut harus dilakukan dalam wadah yang akan digunakan di perdagangan.
Tidak ada metode yang cepat dan sensitif untuk menentukan ketidakstabilan potensi dalam suatu emulsi yang tersedia bagi formulator. Malah formulator terpaksa harus mcnunggu untuk waktu yang tidak terbatas pa¬da kondisi lingkungan sebelum tanda shelf-life yang buruk tampak dengan jelas dalam suatu emulsi. Untuk mempercepat program kestabilannya, pembuat formula biasanya menempatkan emulsi pada semacam tekanan. Cara lain, ia bisa mencari suatu uji atau tolok ukur yang lebih sensitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar