Senin, 16 April 2012

LAPORAN PRAKTIKUM PENGGILINGAN PADI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar.
Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca panen yang baik, sampai usaha ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika tingkat kehilangan panen bisa ditekan sampai minimal 0,5 sampai 1 persen untuk setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap dapat dikurangi sampai 3 sampai 5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan mencapai 1,59 sampai 2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung mengamankan target produksi beras nasional setiap tahunnya (Purwanto, 2005).
Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh (beras putih).
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari proses penggilingan padi dan mutu fisik beras.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001).
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto, 1989).
Saat ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Mutu beras: RSNI 01-6128-200x
No. Komponen Mutu Satuan Mutu
I II III IV V
1 Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 95
2 Kadar air (max) % 14 14 14 14 14
3 Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60
4 Butir patah total (max) % 5 10 20 25 35
5 Butir menir (max) % 0 1 2 2 5
6 Butir merah (max) % 0 1 2 3 3
7 Butirkuning/rusak (max) % 0 1 2 3 5
8 Butir mengapur (max) % 0 1 2 3 5
9 Benda asing (max) % 0 0.02 0.02 0.05 0.20
10 Butir gabah (max) Butir/100g 0 1 1 2 3
Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian mapun seluruhnya agar menhasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988).
Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.
Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat pula.           Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983). Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh. Menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm (Waries, 2006).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di tempat penggilingan padi Sawah Baru, Darmaga, Bogor. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 9 September 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gabah kering giling dari beras varietas Way Apo Buru, karung, dan plastik. Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan dan mesin penggiling padi.
Metode Percobaan
1.      Timbang gabah sebanyak 50 kg. Gabah harus diketahui varietasnya yaitu Way Apo Buru, asal gabah, waktu pemanenan, kadar air gabah, dan langsung dikeringkan sampai kadar air 14% baik melalui penjemuran atau menggunakan alat pengering. Gabah yang sudah kering sebaiknya dicegah tidak terkena hujan karena dapat meningkatkan butir patah dan menir.
2.      Proses pemecahan kulit (husker). Pada tahap ini, tumpukan gabah disiapkan di dekat lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dan mesin pemecah kulit dihidupkan, kemudian corong sekam dibuka-tutup dengan alat klep penutup. Proses pemecahan kulit berjalan baik bila tidak ada butir gabah pada beras pecah kulit. Namun, bila masih ada banyak butir gabah, harus disetel kembali struktur rubberroll dan kecepatan putarannnya. Pada proses ini akan dihasilkan beras pecah kulit (brown rice).
3.      Proses penyosohan beras (polisher). Proses ini menggunakan alat penyosoh tipe friksi yaitu gesekan antar butiran, sehingga dihasilkan beras yang bening. Beras pecah kulit disosoh dua kali. Perlu diperhatikan kecepatan putaran untuk mencapai beras berkualitas dengan menyetel gas pada mesin penggerak dan menyetel katup pengepresan keluarnya beras. Pada tahap ini dihasilkan beras sosoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berat gabah awal = 50 kg
Berat beras sosoh (beras putih) = 30.5 kg
Rendemen = Berat beras sosoh x  100% = 30.5 kg x  100% = 61%
Berta gabah awal                       50 kg
Tabel 2. Berat Beras Kepala, Beras Patah, dan Menir Hasil Penggilingan (dalam     100 gram)
No. Ukuran Beras Berat (gram) Persentase (%)
1 Beras kepala 40.1 41.2
2 Beras patah 16.1 16.6
3 Menir 41.0 42.2
Jumlah 97.2 100
Pembahasan
Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagina tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir.
Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan seminimal mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses penggilingan yaitu husking dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
Proses pengupasan akan berjalan baik apabila gabah memiliki kadar air yang sesuai yaitu antara 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Untuk mendapatkan kualitas pengupasan yang baik, maka penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan secara tepat.
Sedangkan polishing adalah proses penyosohan beras yang menghasilkan beras sosoh/beras putih. Mesin yang digunakan pada proses ini disebut polisher.Penyosohan dilakukan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras. Di samping membuang lapisan bekatul, pada proses ini juga dibuang bagian lembaga dari butiran beras. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini biasanya dilakukan beberapa kali, tergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, atau makin banyak mesin penyosoh yang dilalui, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak. Setelah beras disosoh menjadi berwarna putih, selanjutnya beras dapat digosok lagi dengan sedikit tambahan uap air agar memiliki permukaan halus dan warna mengkilap.
Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama proses penggilingan.
Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah. Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun.
Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik karena menurut literatur, proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.
Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses koversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat/mesin penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajar sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan semakin rendah.
Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah dan menir minimal. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
Pada proses penggilingan, beras patah dan menir tidak dikehendaki. Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Namun timbulnya beras patah dan menir tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah dan menir terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan bagian bekatul.
Selain kinerja mesin penggiling, terjadinya beras patah juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat, gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, atau bahkan telah patah sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pasca panen sebagia kaibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.
KESIMPULAN
Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik karena kurang dari 65%. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Allidawati dan B.Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program   pemuliaan padi. Dalam: Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku    2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan             Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.
Anonim. 1983. Studi Konservasi dan Susut Gabah ke Beras Tingkat Nasional.       Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, Badan     Perencanaan Pembangunan Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.     Bogor.
BPS. 1996. Badan Pusat Statistik Indonesia.
Damardjati, D.S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. Dalam: Ismunadji, M.,       S.Partohardjono, M.Syam, A.Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan          Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian,        Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 103-     159.
Harianto. 2001. Pendapatan, harga, dan konsumsi beras. Dalam: Suryana, A. Dan S.Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga      Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas             Indonesia (LPEM-FEUI).
Nugraha, U.S., S.J.Munarso, Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang     rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen      beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman          Padi. Sukamandi. 15 Hal.
Purwanto, Y.A. 2005. Kehilangan pasca panen padi kita masih tinggi. Inovasi        Online Vol. 4/XVII/Agustus 2005.
Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama.         Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar