Senin, 16 April 2012

LAPORAN PRAKTIKUM PENGGILINGAN PADI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar.
Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca panen yang baik, sampai usaha ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika tingkat kehilangan panen bisa ditekan sampai minimal 0,5 sampai 1 persen untuk setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap dapat dikurangi sampai 3 sampai 5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan mencapai 1,59 sampai 2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung mengamankan target produksi beras nasional setiap tahunnya (Purwanto, 2005).
Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh (beras putih).
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari proses penggilingan padi dan mutu fisik beras.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001).
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto, 1989).
Saat ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Mutu beras: RSNI 01-6128-200x
No. Komponen Mutu Satuan Mutu
I II III IV V
1 Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 95
2 Kadar air (max) % 14 14 14 14 14
3 Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60
4 Butir patah total (max) % 5 10 20 25 35
5 Butir menir (max) % 0 1 2 2 5
6 Butir merah (max) % 0 1 2 3 3
7 Butirkuning/rusak (max) % 0 1 2 3 5
8 Butir mengapur (max) % 0 1 2 3 5
9 Benda asing (max) % 0 0.02 0.02 0.05 0.20
10 Butir gabah (max) Butir/100g 0 1 1 2 3
Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian mapun seluruhnya agar menhasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988).
Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.
Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat pula.           Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983). Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh. Menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm (Waries, 2006).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di tempat penggilingan padi Sawah Baru, Darmaga, Bogor. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 9 September 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gabah kering giling dari beras varietas Way Apo Buru, karung, dan plastik. Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan dan mesin penggiling padi.
Metode Percobaan
1.      Timbang gabah sebanyak 50 kg. Gabah harus diketahui varietasnya yaitu Way Apo Buru, asal gabah, waktu pemanenan, kadar air gabah, dan langsung dikeringkan sampai kadar air 14% baik melalui penjemuran atau menggunakan alat pengering. Gabah yang sudah kering sebaiknya dicegah tidak terkena hujan karena dapat meningkatkan butir patah dan menir.
2.      Proses pemecahan kulit (husker). Pada tahap ini, tumpukan gabah disiapkan di dekat lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dan mesin pemecah kulit dihidupkan, kemudian corong sekam dibuka-tutup dengan alat klep penutup. Proses pemecahan kulit berjalan baik bila tidak ada butir gabah pada beras pecah kulit. Namun, bila masih ada banyak butir gabah, harus disetel kembali struktur rubberroll dan kecepatan putarannnya. Pada proses ini akan dihasilkan beras pecah kulit (brown rice).
3.      Proses penyosohan beras (polisher). Proses ini menggunakan alat penyosoh tipe friksi yaitu gesekan antar butiran, sehingga dihasilkan beras yang bening. Beras pecah kulit disosoh dua kali. Perlu diperhatikan kecepatan putaran untuk mencapai beras berkualitas dengan menyetel gas pada mesin penggerak dan menyetel katup pengepresan keluarnya beras. Pada tahap ini dihasilkan beras sosoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berat gabah awal = 50 kg
Berat beras sosoh (beras putih) = 30.5 kg
Rendemen = Berat beras sosoh x  100% = 30.5 kg x  100% = 61%
Berta gabah awal                       50 kg
Tabel 2. Berat Beras Kepala, Beras Patah, dan Menir Hasil Penggilingan (dalam     100 gram)
No. Ukuran Beras Berat (gram) Persentase (%)
1 Beras kepala 40.1 41.2
2 Beras patah 16.1 16.6
3 Menir 41.0 42.2
Jumlah 97.2 100
Pembahasan
Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagina tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir.
Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan seminimal mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses penggilingan yaitu husking dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
Proses pengupasan akan berjalan baik apabila gabah memiliki kadar air yang sesuai yaitu antara 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Untuk mendapatkan kualitas pengupasan yang baik, maka penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan secara tepat.
Sedangkan polishing adalah proses penyosohan beras yang menghasilkan beras sosoh/beras putih. Mesin yang digunakan pada proses ini disebut polisher.Penyosohan dilakukan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras. Di samping membuang lapisan bekatul, pada proses ini juga dibuang bagian lembaga dari butiran beras. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini biasanya dilakukan beberapa kali, tergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, atau makin banyak mesin penyosoh yang dilalui, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak. Setelah beras disosoh menjadi berwarna putih, selanjutnya beras dapat digosok lagi dengan sedikit tambahan uap air agar memiliki permukaan halus dan warna mengkilap.
Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama proses penggilingan.
Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah. Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun.
Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik karena menurut literatur, proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.
Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses koversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat/mesin penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajar sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan semakin rendah.
Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah dan menir minimal. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
Pada proses penggilingan, beras patah dan menir tidak dikehendaki. Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Namun timbulnya beras patah dan menir tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah dan menir terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan bagian bekatul.
Selain kinerja mesin penggiling, terjadinya beras patah juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat, gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, atau bahkan telah patah sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pasca panen sebagia kaibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.
KESIMPULAN
Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik karena kurang dari 65%. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Allidawati dan B.Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program   pemuliaan padi. Dalam: Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku    2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan             Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.
Anonim. 1983. Studi Konservasi dan Susut Gabah ke Beras Tingkat Nasional.       Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, Badan     Perencanaan Pembangunan Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.     Bogor.
BPS. 1996. Badan Pusat Statistik Indonesia.
Damardjati, D.S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. Dalam: Ismunadji, M.,       S.Partohardjono, M.Syam, A.Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan          Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian,        Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 103-     159.
Harianto. 2001. Pendapatan, harga, dan konsumsi beras. Dalam: Suryana, A. Dan S.Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga      Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas             Indonesia (LPEM-FEUI).
Nugraha, U.S., S.J.Munarso, Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang     rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen      beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman          Padi. Sukamandi. 15 Hal.
Purwanto, Y.A. 2005. Kehilangan pasca panen padi kita masih tinggi. Inovasi        Online Vol. 4/XVII/Agustus 2005.
Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama.         Jakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM PENGGILINGAN PADI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar.
Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca panen yang baik, sampai usaha ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika tingkat kehilangan panen bisa ditekan sampai minimal 0,5 sampai 1 persen untuk setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap dapat dikurangi sampai 3 sampai 5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan mencapai 1,59 sampai 2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung mengamankan target produksi beras nasional setiap tahunnya (Purwanto, 2005).
Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh (beras putih).
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari proses penggilingan padi dan mutu fisik beras.
TINJAUAN PUSTAKA
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001).
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto, 1989).
Saat ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Mutu beras: RSNI 01-6128-200x
No. Komponen Mutu Satuan Mutu
I II III IV V
1 Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 95
2 Kadar air (max) % 14 14 14 14 14
3 Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60
4 Butir patah total (max) % 5 10 20 25 35
5 Butir menir (max) % 0 1 2 2 5
6 Butir merah (max) % 0 1 2 3 3
7 Butirkuning/rusak (max) % 0 1 2 3 5
8 Butir mengapur (max) % 0 1 2 3 5
9 Benda asing (max) % 0 0.02 0.02 0.05 0.20
10 Butir gabah (max) Butir/100g 0 1 1 2 3
Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian mapun seluruhnya agar menhasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988).
Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.
Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat pula.           Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983). Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh. Menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm (Waries, 2006).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di tempat penggilingan padi Sawah Baru, Darmaga, Bogor. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 9 September 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gabah kering giling dari beras varietas Way Apo Buru, karung, dan plastik. Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan dan mesin penggiling padi.
Metode Percobaan
1.      Timbang gabah sebanyak 50 kg. Gabah harus diketahui varietasnya yaitu Way Apo Buru, asal gabah, waktu pemanenan, kadar air gabah, dan langsung dikeringkan sampai kadar air 14% baik melalui penjemuran atau menggunakan alat pengering. Gabah yang sudah kering sebaiknya dicegah tidak terkena hujan karena dapat meningkatkan butir patah dan menir.
2.      Proses pemecahan kulit (husker). Pada tahap ini, tumpukan gabah disiapkan di dekat lubang pemasukan (corong sekam) gabah. Mesin penggerak dan mesin pemecah kulit dihidupkan, kemudian corong sekam dibuka-tutup dengan alat klep penutup. Proses pemecahan kulit berjalan baik bila tidak ada butir gabah pada beras pecah kulit. Namun, bila masih ada banyak butir gabah, harus disetel kembali struktur rubberroll dan kecepatan putarannnya. Pada proses ini akan dihasilkan beras pecah kulit (brown rice).
3.      Proses penyosohan beras (polisher). Proses ini menggunakan alat penyosoh tipe friksi yaitu gesekan antar butiran, sehingga dihasilkan beras yang bening. Beras pecah kulit disosoh dua kali. Perlu diperhatikan kecepatan putaran untuk mencapai beras berkualitas dengan menyetel gas pada mesin penggerak dan menyetel katup pengepresan keluarnya beras. Pada tahap ini dihasilkan beras sosoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berat gabah awal = 50 kg
Berat beras sosoh (beras putih) = 30.5 kg
Rendemen = Berat beras sosoh x  100% = 30.5 kg x  100% = 61%
Berta gabah awal                       50 kg
Tabel 2. Berat Beras Kepala, Beras Patah, dan Menir Hasil Penggilingan (dalam     100 gram)
No. Ukuran Beras Berat (gram) Persentase (%)
1 Beras kepala 40.1 41.2
2 Beras patah 16.1 16.6
3 Menir 41.0 42.2
Jumlah 97.2 100
Pembahasan
Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagina tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir.
Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan seminimal mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses penggilingan yaitu husking dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
Proses pengupasan akan berjalan baik apabila gabah memiliki kadar air yang sesuai yaitu antara 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Untuk mendapatkan kualitas pengupasan yang baik, maka penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan secara tepat.
Sedangkan polishing adalah proses penyosohan beras yang menghasilkan beras sosoh/beras putih. Mesin yang digunakan pada proses ini disebut polisher.Penyosohan dilakukan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras. Di samping membuang lapisan bekatul, pada proses ini juga dibuang bagian lembaga dari butiran beras. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini biasanya dilakukan beberapa kali, tergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, atau makin banyak mesin penyosoh yang dilalui, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak. Setelah beras disosoh menjadi berwarna putih, selanjutnya beras dapat digosok lagi dengan sedikit tambahan uap air agar memiliki permukaan halus dan warna mengkilap.
Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama proses penggilingan.
Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah. Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun.
Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik karena menurut literatur, proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.
Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses koversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat/mesin penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajar sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan semakin rendah.
Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah dan menir minimal. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
Pada proses penggilingan, beras patah dan menir tidak dikehendaki. Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Namun timbulnya beras patah dan menir tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah dan menir terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan bagian bekatul.
Selain kinerja mesin penggiling, terjadinya beras patah juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat, gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, atau bahkan telah patah sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pasca panen sebagia kaibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.
KESIMPULAN
Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik karena kurang dari 65%. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Allidawati dan B.Kustianto. 1989. Metode uji mutu beras dalam program   pemuliaan padi. Dalam: Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku    2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan             Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.
Anonim. 1983. Studi Konservasi dan Susut Gabah ke Beras Tingkat Nasional.       Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, Badan     Perencanaan Pembangunan Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.     Bogor.
BPS. 1996. Badan Pusat Statistik Indonesia.
Damardjati, D.S. 1988. Struktur kandungan gizi beras. Dalam: Ismunadji, M.,       S.Partohardjono, M.Syam, A.Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan          Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian,        Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 103-     159.
Harianto. 2001. Pendapatan, harga, dan konsumsi beras. Dalam: Suryana, A. Dan S.Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga      Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas             Indonesia (LPEM-FEUI).
Nugraha, U.S., S.J.Munarso, Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang     rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen      beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman          Padi. Sukamandi. 15 Hal.
Purwanto, Y.A. 2005. Kehilangan pasca panen padi kita masih tinggi. Inovasi        Online Vol. 4/XVII/Agustus 2005.
Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama.         Jakarta.

Minggu, 15 April 2012

sianida

Cyanide / Sianida

 
cyanide
Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki kegunaan yang tak sedikit, diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam. Namun, dampaknya terhadap kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini, manusia dapat meninggal dalam waktu kurang dari setengah jam.
Dewasa ini sianida menjadi perhatian masyarakat karena terjadinya banyak kasus keracunan oleh bahan kimia ini. Tak kenal maka tak sayang, sudah sepatutnya kita mengenali racun sianida ini lebih jauh. Bukan untuk menyayangi racun tersebut tentunya, namun agar kita lebih waspada.
Sifat Asam Sianida
Asam sianida murni tidak berwarna, mudah menguap sedikit di atas suhu kamar ( 26 0C ), sangat toksik dan berbau khas. Bau ini akan tercium bila konsentrasi lebih besar atau sama dengan 1 ppm, dan tidak berbau lagi bila tertutup bau gaslainnya atau saraf sensoris orang telah rusak/lumpuh.Berat molekulnya ringan, sukar terionisir, dan mudah berdifusi. Oleh karena itu gas sianida mudah terhisap melalui saluran pernafasan ( paru paru ), saluran pencernaan, dan kulit
Sumber sumber Sianida
1. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan, sisa sisa pembakaran.
2. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat tercampur dengan air dalam segala proporsi, dapat diuraikan dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan ammomiak.
Dua bentuk Prussic Acid :
  • Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )
  • Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum dilutum ), dan bentuk inilah yang banyak digunakan di laboratorium.
Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau Kalium Fero Cyanida dengan asam sulfat.
3. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang mengandung amygdalin. Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel, peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan terhidrolisir menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut mengandung cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida pada waktu dicerna.
Kegunaan
Asam sianida banyak dipakai di laboratorium laboratorium, terutama dalam bentuk larutan dengan kadar 2%. Hydrocyanida Acid ( Prussic Acid ) banyak di pakai untuk berbagai reaksi proses kimia sintesis, tetapi terbanyak diperdagangkan untuk fumigasi membunuh binatang, kuman, kutu dan tikus tikus pada ruangan, gudang dan kapal kapal.
Dalam bentuk garamnya seperti KCN, NaCN, AgCN, digunakan untuk keperluan fotografi, penyempuhan logam dan pewarnaan. Pada penyepuhan logam, Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Berikut masing-masing kegunaan garam sianida :
  • KCN : Garam ini ( dalam perdagangan ) mengandung 90% chloride, carbonate, cyanida dari kalium. Digunakan untuk proses proses reaksi kimia, perusahaan perusahaan listrik, dan fotografi. Tetapi sekarang banyak dipakai garam kalsium dan garam natrium yang lebih murah harganya.
  • Ca-sianida : Digunakan pada tambang tambang industri.
  • Na-sianida : Digunakan oleh perusahaan perusahaan metalurgi, listrik, pengerasan biji bjiji logam, penyamakan dan perusahaan perusahaan cat.
  • Perak-sianida : Digunakan oleh perusahaan perusahaan perak karena sifatnya yang tidak larut dalam air, cepat diuraikan oleh asam lambung dan menghasilkan asam hydrosianida.
Derivat-derivat sianida
  • Acrylonitrile ( CH2 = CHCN ) : digunakan dalam proses pebuatan karet sintesis.
  • Cyanamida ( HN = C = HN ) : digunakan untuk pupuk buatan dan sebagai sumber hydogen cyanida.
  • Nitro Prusida (Fe (CN)5 (ON) : digunakan untuk pembuatan bahan bahan kimia sintesis.
Pathophysiology
Racun sianida menghambat enzim cythochrom oxydase pada penggunaan oksigen di sel sel tubuh. Enzim lain juga terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya, sianida mempunyai aktivitas yang kuat terhadap enzim pernafasan, yakni enzim cythchrom oxydase, dimana cynida mengikat F3 yang terdapat pada enzim tersebut.
Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen dalam sel sel tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi. Manifestasinya; pertama tama ditandai dengan meningkatnya pernafasan tubuh akibat terpengaruhnya chemoreceptor di carotic body dan pusat pusat pernafasan. Pada akhirnya dapat terjadi paralysa dari semua sel sel tersebut dengan akibat kelumpuhan total dari pernafasan. mengakibatkan anoxia, walaupun kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi.

Cyanide / Sianida

 
cyanide
Sianida ( asam sianida, asam prussiat ), memiliki kegunaan yang tak sedikit, diantaranya di bidang pertanian, fotografi dan industri logam. Namun, dampaknya terhadap kesehatan sangat mengerikan. Bila terpapar zat ini, manusia dapat meninggal dalam waktu kurang dari setengah jam.
Dewasa ini sianida menjadi perhatian masyarakat karena terjadinya banyak kasus keracunan oleh bahan kimia ini. Tak kenal maka tak sayang, sudah sepatutnya kita mengenali racun sianida ini lebih jauh. Bukan untuk menyayangi racun tersebut tentunya, namun agar kita lebih waspada.
Sifat Asam Sianida
Asam sianida murni tidak berwarna, mudah menguap sedikit di atas suhu kamar ( 26 0C ), sangat toksik dan berbau khas. Bau ini akan tercium bila konsentrasi lebih besar atau sama dengan 1 ppm, dan tidak berbau lagi bila tertutup bau gaslainnya atau saraf sensoris orang telah rusak/lumpuh.Berat molekulnya ringan, sukar terionisir, dan mudah berdifusi. Oleh karena itu gas sianida mudah terhisap melalui saluran pernafasan ( paru paru ), saluran pencernaan, dan kulit
Sumber sumber Sianida
1. HCN ( Hydrogen Sianida ) terdapat pada : Gas gas penerangan, sisa sisa pembakaran.
2. Hydrocyanic Acid ( Prussic Acid ) berbentuk cairan, dapat tercampur dengan air dalam segala proporsi, dapat diuraikan dengan cepat, larutan netral atau alkali dengan menghasilkan ammomiak.
Dua bentuk Prussic Acid :
  • Dalam bentuk larutan dengan kadar 4% ( Scheele’s Axid )
  • Dalam bentuk larutan dengan kadar 2% ( Acid Hydrocyanicum dilutum ), dan bentuk inilah yang banyak digunakan di laboratorium.
Gas gas ini juga dapat dibentuk dari proses destilasi KCN atau Kalium Fero Cyanida dengan asam sulfat.
3. Di alam, Asam sianida terdapat pada tumbuh tumbuhan yang mengandung amygdalin. Misalnya, singkong, ubi, biji buah apel, peer, aprikot. Cyanida dengan air dan emulsin akan terhidrolisir menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide. Biji biji tersebut mengandung cyagenetik glycosid yang akan melepaskan cyanida pada waktu dicerna.
Kegunaan
Asam sianida banyak dipakai di laboratorium laboratorium, terutama dalam bentuk larutan dengan kadar 2%. Hydrocyanida Acid ( Prussic Acid ) banyak di pakai untuk berbagai reaksi proses kimia sintesis, tetapi terbanyak diperdagangkan untuk fumigasi membunuh binatang, kuman, kutu dan tikus tikus pada ruangan, gudang dan kapal kapal.
Dalam bentuk garamnya seperti KCN, NaCN, AgCN, digunakan untuk keperluan fotografi, penyempuhan logam dan pewarnaan. Pada penyepuhan logam, Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Asam sianida digunakan dalam proses pembersihan, pengerasan dan penyempuhan logam logam untuk mendapatkan emas murni dari biji biji logamnya.
Berikut masing-masing kegunaan garam sianida :
  • KCN : Garam ini ( dalam perdagangan ) mengandung 90% chloride, carbonate, cyanida dari kalium. Digunakan untuk proses proses reaksi kimia, perusahaan perusahaan listrik, dan fotografi. Tetapi sekarang banyak dipakai garam kalsium dan garam natrium yang lebih murah harganya.
  • Ca-sianida : Digunakan pada tambang tambang industri.
  • Na-sianida : Digunakan oleh perusahaan perusahaan metalurgi, listrik, pengerasan biji bjiji logam, penyamakan dan perusahaan perusahaan cat.
  • Perak-sianida : Digunakan oleh perusahaan perusahaan perak karena sifatnya yang tidak larut dalam air, cepat diuraikan oleh asam lambung dan menghasilkan asam hydrosianida.
Derivat-derivat sianida
  • Acrylonitrile ( CH2 = CHCN ) : digunakan dalam proses pebuatan karet sintesis.
  • Cyanamida ( HN = C = HN ) : digunakan untuk pupuk buatan dan sebagai sumber hydogen cyanida.
  • Nitro Prusida (Fe (CN)5 (ON) : digunakan untuk pembuatan bahan bahan kimia sintesis.
Pathophysiology
Racun sianida menghambat enzim cythochrom oxydase pada penggunaan oksigen di sel sel tubuh. Enzim lain juga terhambat, tetapi pengaruhnya kecil. Jelasnya, sianida mempunyai aktivitas yang kuat terhadap enzim pernafasan, yakni enzim cythchrom oxydase, dimana cynida mengikat F3 yang terdapat pada enzim tersebut.
Akibatnya, terjadi gangguan peredaran dan penggunaan oksigen dalam sel sel tubuh,sehingga kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi. Manifestasinya; pertama tama ditandai dengan meningkatnya pernafasan tubuh akibat terpengaruhnya chemoreceptor di carotic body dan pusat pusat pernafasan. Pada akhirnya dapat terjadi paralysa dari semua sel sel tersebut dengan akibat kelumpuhan total dari pernafasan. mengakibatkan anoxia, walaupun kadar O2 dalam darah ( HbO ) tinggi.
BAB I
PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang
      Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung zat gizi berguna untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu pergantian sel- sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh. Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang.
      Nilai yang sangat penting dari bahan makanan atau zat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari- hari seperi dikemukakan di atas tergantung dari keadaan dan macam-macam bahan makanannya.
      Makanan merupakan sumber nutrisi, tetapi apabila kita tidak hati-hati dalam memilih dan mengolahnya maka sumber makanan akan menjadi sumber petaka bagi manusia. Seringkali kita mendengar adanya kasus keracunan akibat mengkonsumsi suatu makanan seperti kasus yang terjadi di Jepang, sedikitnya ada 52 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh merkuri, kemudian kasus keracunan makanan yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah dalam tempo dua hari saja 40 orang meninggal hanya karena mengkonsumsi tempe bongkrek. karenanya sejak saat itu Pemerintah Daerah Banyumas memberlakukan larangan memproduksi“tempe maut”dari bungkil kelapa.
      Belum lama berselang kita kembali dikejutkan oleh peristiwa yang sama, kali ini penyebabnya adalah sayur daun singkong. Kejadian yang terjadi di Bogor, pada pertengahan tahun 2002, sungguh sangat memilukan, bagaimana tidak  peristiwa tragis ini terjadi hanya beberapa saat setelah masyarakat merayakan pesta Agustusan. Suasana riang warga desa Jambu Rt 001/04 Sukaraja, berubah menjadi suasana pilu dan penuh duka. Tidak ada yang menyangka, acara makan bersama dengan lauk sayur daun singkong, ikan asin, urapan, telur dan tempe goreng menjadikan 36 warga muntah-muntah dan dilarikan ke rumah sakit.
       Contoh kasus di atas menjadikan kita tersadar, bahwa makanan tidak selalu aman untuk dikonsumsi, dalam kondisi tertentu makanan bisa menjadi musuh kita yang sangat berbahaya. Sebuah dilema memang, makanan adalah sumber gizi bagi tubuh agar bisa bertahan hidup. Di sisi lain, jika tidak berhati-hati memilihnya, jenis makanan tertentu bisa bersifat toksik atau beracun bagi tubuh.
       Faktor penyebab keracunan adalah kontaminasi mikroba dan pencemaran senyawa-senyawa beracun diantaranya mercuri dan logam-logam berat dari besi, timah, dan tembaga. Namun ada kalanya bahan pangan, baik itu hewani maupun nabati secara alamiah sudah mengandung racun seperti asam sianida(HCN) pada singkong  
       Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai racun alamiah yang terdapat pada singkong yaitu asam sianida (HCN) mengingat singkong merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat sehingga singkong sangat potensial sebagai alternatif lain sumber kalori bagi tubuh. Dengan pemahaman dan pengolahan yang benar, maka akan dapat meminimalkan terjadinya resiko keracunan makanan akibat mengkonsumsi singkong.  

B. Rumusan Masalah
    1.      apa saja kandungan gizi dan manfaat singkong?
    2.       racun apa  yang terdapat di dalam singkong?
    3.      Bagaimana dampaknya terhadap tubuh?
    4.      bagaimana penegakan diagnosa keracunan singkong?
    5.      Bagaimana cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya keracunan?

C. Tujuan
    1.      Mengetahui kandungan yang terdapat dalam singkong
    2.     Mengetahui racun yang terdapat dalam singkong
    3.      Mengetahui dampaknya terhadap tubuh 
    4.      Mengetahui penegakan diagnosa keracunan singkong
    5.      Mengetahui cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya keracuanan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika yang dapat ditanam sepanjang tahun. Bagian yang dimakan dari tanaman singkong selain bagian umbi atau akarnya juga daunnya, biasanya dimanfaatkan untuk ragam masakan.
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin

B. Kandungan Gizi dan Manfaat
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida.
Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning - kuningan, untuk rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya.
Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Dalam hal ini umbi singkong mudah sekali rusak, ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari kripik, kudapan, sayuran hingga tape. Bahkan bisa juga dibuat tepung singkong yaitu tepung tapioka yang dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, tepung ini baik untuk pengidap alergi.

C. Kandungan Racun Dalam Singkong
Di dalam singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun).Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan rasa pahit dan baunya langu.
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.

D. Dampak terhadap tubuh
HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.

E. Gejala
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong.
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
2. Sesak nafas dan cyanosis.
3. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.
4. Renjatan.

F. Diagnosa
Diagnosa keracunan singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik dan anamnese makanan, ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh muntahan dan bahan makanan yang tersisa.

G. Pengobatan
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah. Diberikan Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila timbul cyanosis dapat diberikan O2.

H. Memilih dan Mengolah Singkong
Penganan singkong seakan tak pernah habis. Ada saja kue - kue yang bisa dibuat dari singkong. Untuk membuat penganan dari singkong kita harus pandai memilih dan mengolahnya. Anda bisa memilih dan mengolah singkong yang bisa dilakukan dengan beberapa cara ini :
  • Kupas kulit singkong dengan kuku Anda. Lihat warnanya, konon yang warnanya kekuningan lebih baik daripada yang putih.
  • Patahkan sedikit ujungnya, perhatikan baik - baik, kalau ada bagian yang membiru sebaiknya jangan dipilih. Singkong yang telah lama disimpan memang cenderung mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan enzim poliphenolase yang bersifat racun.
  • Banyak orang memilih singkong dari tanah yang membungkusnya. Kalau tanahnya belum kering  berarti singkongnya masih baru, pasti belum ada noda.
  • Saat diolah singkong harus dicuci bersih untuk menghilangkan tanah yang menempel di umbi singkong. 
  • Setelah itu singkong bisa dikupas. Cara mengupasnya cukup mudah, kerat saja bagian tengahnya singkong secara memanjang, lalu tarik bagian yang terkelupas hingga lepas sama sekali dari singkong.
  • Cuci kembali singkong supaya bersih pada air yang mengalir. Apabila belum diolah, rendam singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak berubah. Yang mesti diingat, singkong adalah umbi akar yang teksturnya cukup keras, sehingga apabila akan diubah menjadi penganan harus diolah terlebih dahulu seperti dikukus atau diparut.
  • Apabila singkong hendak dihaluskan seperti untuk membuat getuk, sebaiknya pengukusan singkong harus dilakukan hingga benar - benar empuk. Untuk menghaluskannya bisa menggunakan garpu  atau ditumbuk dalam cobek (batu lumpang). Yang harus diingat, singkong sebaiknya dihaluskan selagi masih panas. 


BAB III
KESIMPULAN

Singkong mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi.HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan rasa pahit dan baunya langu.
Gejala yang timbul akibat mengkonsumsi singkong yaitu gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare, sesak nafas dan cyanosis, perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma, renjatan.




DAFTAR PUSTAKA


Almatsir, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. 2003. gramedia pustaka utama. jakarta
Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease,
Thirteenth Edition.
Hasan Rusepno, dr, dkk, 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, Fakultas
Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr, 1989. Ilmu gizi, Jilid II, Dian Rakyat: Jakarta
Kedokteran Universitas Indonesia.
Soemirat, Juli. Toksikologi Lingkungan. 2005. gajah mada university press: Yogyakarta
http//www.library.usu.co.id

RACUN ALAMIAH YANG TERDAPAT PADA SINGKONG YAITU ASAM SIANIDA (HCN)

BAB I
PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang
      Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan yang mengandung zat gizi berguna untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu pergantian sel- sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh. Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang.
      Nilai yang sangat penting dari bahan makanan atau zat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik serta perolehan energi guna melakukan kegiatan sehari- hari seperi dikemukakan di atas tergantung dari keadaan dan macam-macam bahan makanannya.
      Makanan merupakan sumber nutrisi, tetapi apabila kita tidak hati-hati dalam memilih dan mengolahnya maka sumber makanan akan menjadi sumber petaka bagi manusia. Seringkali kita mendengar adanya kasus keracunan akibat mengkonsumsi suatu makanan seperti kasus yang terjadi di Jepang, sedikitnya ada 52 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah tercemar oleh merkuri, kemudian kasus keracunan makanan yang terjadi di Banyumas, Jawa Tengah dalam tempo dua hari saja 40 orang meninggal hanya karena mengkonsumsi tempe bongkrek. karenanya sejak saat itu Pemerintah Daerah Banyumas memberlakukan larangan memproduksi“tempe maut”dari bungkil kelapa.
      Belum lama berselang kita kembali dikejutkan oleh peristiwa yang sama, kali ini penyebabnya adalah sayur daun singkong. Kejadian yang terjadi di Bogor, pada pertengahan tahun 2002, sungguh sangat memilukan, bagaimana tidak  peristiwa tragis ini terjadi hanya beberapa saat setelah masyarakat merayakan pesta Agustusan. Suasana riang warga desa Jambu Rt 001/04 Sukaraja, berubah menjadi suasana pilu dan penuh duka. Tidak ada yang menyangka, acara makan bersama dengan lauk sayur daun singkong, ikan asin, urapan, telur dan tempe goreng menjadikan 36 warga muntah-muntah dan dilarikan ke rumah sakit.
       Contoh kasus di atas menjadikan kita tersadar, bahwa makanan tidak selalu aman untuk dikonsumsi, dalam kondisi tertentu makanan bisa menjadi musuh kita yang sangat berbahaya. Sebuah dilema memang, makanan adalah sumber gizi bagi tubuh agar bisa bertahan hidup. Di sisi lain, jika tidak berhati-hati memilihnya, jenis makanan tertentu bisa bersifat toksik atau beracun bagi tubuh.
       Faktor penyebab keracunan adalah kontaminasi mikroba dan pencemaran senyawa-senyawa beracun diantaranya mercuri dan logam-logam berat dari besi, timah, dan tembaga. Namun ada kalanya bahan pangan, baik itu hewani maupun nabati secara alamiah sudah mengandung racun seperti asam sianida(HCN) pada singkong  
       Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai racun alamiah yang terdapat pada singkong yaitu asam sianida (HCN) mengingat singkong merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat sehingga singkong sangat potensial sebagai alternatif lain sumber kalori bagi tubuh. Dengan pemahaman dan pengolahan yang benar, maka akan dapat meminimalkan terjadinya resiko keracunan makanan akibat mengkonsumsi singkong.  

B. Rumusan Masalah
    1.      apa saja kandungan gizi dan manfaat singkong?
    2.       racun apa  yang terdapat di dalam singkong?
    3.      Bagaimana dampaknya terhadap tubuh?
    4.      bagaimana penegakan diagnosa keracunan singkong?
    5.      Bagaimana cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya keracunan?

C. Tujuan
    1.      Mengetahui kandungan yang terdapat dalam singkong
    2.     Mengetahui racun yang terdapat dalam singkong
    3.      Mengetahui dampaknya terhadap tubuh 
    4.      Mengetahui penegakan diagnosa keracunan singkong
    5.      Mengetahui cara pengolahan yang benar untuk mengurangi terjadinya keracuanan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika yang dapat ditanam sepanjang tahun. Bagian yang dimakan dari tanaman singkong selain bagian umbi atau akarnya juga daunnya, biasanya dimanfaatkan untuk ragam masakan.
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin

B. Kandungan Gizi dan Manfaat
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida.
Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning - kuningan, untuk rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya.
Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Dalam hal ini umbi singkong mudah sekali rusak, ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari kripik, kudapan, sayuran hingga tape. Bahkan bisa juga dibuat tepung singkong yaitu tepung tapioka yang dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, tepung ini baik untuk pengidap alergi.

C. Kandungan Racun Dalam Singkong
Di dalam singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun).Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan rasa pahit dan baunya langu.
Bagian yang dimakan dari tumbuhan singkong atau cassava ialah umbi akarnya dan daunnya. Baik daun maupun umbinya, mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda. Namun tidak semua orang yang makan singkong menderita keracunan. Hal ini disebabkan selain kadar asam cyanida yang terdapat dalam singkong itu sendiri, juga dipengaruhi oleh cara pengolahannya sampai di makan. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.

D. Dampak terhadap tubuh
HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler.

E. Gejala
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong.
1. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
2. Sesak nafas dan cyanosis.
3. Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma.
4. Renjatan.

F. Diagnosa
Diagnosa keracunan singkong ditegakkan berdasarkan gejala-gejala klinik dan anamnese makanan, ditopang oleh data laboratorik hasil pemeriksaan contoh muntahan dan bahan makanan yang tersisa.

G. Pengobatan
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Bila makanan diperkirakan masih ada di dalam lambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah. Diberikan Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila timbul cyanosis dapat diberikan O2.

H. Memilih dan Mengolah Singkong
Penganan singkong seakan tak pernah habis. Ada saja kue - kue yang bisa dibuat dari singkong. Untuk membuat penganan dari singkong kita harus pandai memilih dan mengolahnya. Anda bisa memilih dan mengolah singkong yang bisa dilakukan dengan beberapa cara ini :
  • Kupas kulit singkong dengan kuku Anda. Lihat warnanya, konon yang warnanya kekuningan lebih baik daripada yang putih.
  • Patahkan sedikit ujungnya, perhatikan baik - baik, kalau ada bagian yang membiru sebaiknya jangan dipilih. Singkong yang telah lama disimpan memang cenderung mengeluarkan noda biru atau hitam yang diakibatkan enzim poliphenolase yang bersifat racun.
  • Banyak orang memilih singkong dari tanah yang membungkusnya. Kalau tanahnya belum kering  berarti singkongnya masih baru, pasti belum ada noda.
  • Saat diolah singkong harus dicuci bersih untuk menghilangkan tanah yang menempel di umbi singkong. 
  • Setelah itu singkong bisa dikupas. Cara mengupasnya cukup mudah, kerat saja bagian tengahnya singkong secara memanjang, lalu tarik bagian yang terkelupas hingga lepas sama sekali dari singkong.
  • Cuci kembali singkong supaya bersih pada air yang mengalir. Apabila belum diolah, rendam singkong terlebih dahulu agar warnanya tidak berubah. Yang mesti diingat, singkong adalah umbi akar yang teksturnya cukup keras, sehingga apabila akan diubah menjadi penganan harus diolah terlebih dahulu seperti dikukus atau diparut.
  • Apabila singkong hendak dihaluskan seperti untuk membuat getuk, sebaiknya pengukusan singkong harus dilakukan hingga benar - benar empuk. Untuk menghaluskannya bisa menggunakan garpu  atau ditumbuk dalam cobek (batu lumpang). Yang harus diingat, singkong sebaiknya dihaluskan selagi masih panas. 


BAB III
KESIMPULAN

Singkong mengandung suatu glikosida cyanogenik, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun biru atau HCN (cyanida) yang bersifat sangat toksik. Zat glikosida ini diberi nama Linamarin. Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzym sitokrom oksidasi.HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan rasa pahit dan baunya langu.
Gejala yang timbul akibat mengkonsumsi singkong yaitu gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare, sesak nafas dan cyanosis, perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun dari apatis sampai koma, renjatan.




DAFTAR PUSTAKA


Almatsir, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi. 2003. gramedia pustaka utama. jakarta
Cooper Lenna F,B.S.,M.A,M.H.E,Sc.D, dkk. Nutrition in Health and Disease,
Thirteenth Edition.
Hasan Rusepno, dr, dkk, 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi Ketiga, Fakultas
Sediaoetama Achrnad Djaeni Prof.Dr, 1989. Ilmu gizi, Jilid II, Dian Rakyat: Jakarta
Kedokteran Universitas Indonesia.
Soemirat, Juli. Toksikologi Lingkungan. 2005. gajah mada university press: Yogyakarta
http//www.library.usu.co.id